Hadits No.2
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ زَكَرِيَّاءَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سُوقَةَ عَنْ نَافِعِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ قَالَ حَدَّثَتْنِي عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَغْزُو جَيْشٌ الْكَعْبَةَ فَإِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنْ الْأَرْضِ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ وَفِيهِمْ أَسْوَاقُهُمْ وَمَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ قَالَ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ ثُمَّ يُبْعَثُونَ عَلَى نِيَّاتِهِمْ
Dari Ummul Mukminin Ummu “Abdillah ‘Aisyah,
ia berkata, Rasulullah pernah bersabda : “Nanti akan ada sekelompok pasukan
yang akan menyerang Ka’bah. Kemudian ketika mereka sampai di suatu tanah
lapang, mereka semua dari orang yang berada paling depan sampai paling belakang
dibinasakan (ditenggelamkan ke perut bumi). ‘Aisyah berkata : “Aku bertanya, Ya
Rasulullah, bagaimana mereka dibinasakan semua, orang yang berada dibarisan
terdepan sampai yang paling belakang, padahal di tengah-tengah mereka terdapat
pasar-pasar mereka, dan orang-orang yang bukan dari golongan mereka ?” Beliau
menjawab “Mereka di binasakan semua, yang berada di baris terdepan sampai yang
paling belakang, kemudian nanti mereka akan dibangkitkan sesuai dengan niat
masing-masing dari mereka.” (Mutafaq ‘alaih, dan lafadz tersebut milik
al-Bukhari).
Pengesahan Hadits :
Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari,
(IV/338-Fath) dan Imam Muslim (2884).
Kosa kata asing :
جَيْشٌ : (sekelompok bala tentara), Wallahu’alam
siapa mereka itu. Tetapi lahiriyah hadits-hadits mentarjih bahwa tentara
tersebut dikirim untuk memerangi Imam Mahdi ketika berlindung ke Baitullah
(Ka’bah). Dan tentara itu berasal dari kalangan umat ini. Sebagaimana yang
secara lantang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Mereka bukan orang-orang yang merusak Ka’bah, karena orang-orang yang merusak
Ka’bah itu orang-orang Habasyah. Ada juga hal lain yang perlu dicermati, bahwa
Habasyah berhasil menyerang Baitullah, tetapi tentara ini dibinasakan sebelum
berhasil mencapainya.
اَلْبَيْدَاءُ : Setiap Tanah
lapang yang tidak terdapat sesuatu pun diatasnya. Sebagian perawi hadits
menafsirkannya sebagai tanah lapang di kota Madinah, yaitu sebuah tempat yang
terletak diantara Makkah dan Madinah yang merupakan pelataran yang berada di
depan Dzulhulaifah menghadap ke arah Makkah.
اَلْخَسْفُ : Tenggelam ke
bumi. Hal itu seperti terdapat dalam firman Allah :
فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الأرْضَ ………
“Maka kami benamkan Qarun beserta
rumahnya ke dalam bumi…….(QS.al-Qashaah:81)
Juga firman-Nya:
وَمِنْهُمْ مَنْ
خَسَفْنَا بِهِ الأرْضَ ......
“Dan diantara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi……..”(QS.al-Ankabut:40)
“Dan diantara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi……..”(QS.al-Ankabut:40)
أَسْوَاقُهُ : Kata ini merupakan jamak dari kata سُوقٌ dan makna kata tersebut dalam
hadits di atas adalah orang-orang yang berbelanja di pasar, atau orang-orang
biasa selain para penguasa.
يُبْعثُو نَ عَلَى
نِيَّاتِهِمْ: Allah membangkitkan mereka dari kubur-kubur mereka
serta menghisab sesuai dengan tujuan-tujuan mereka, dam kemudian mereka
(dibangkitkan) sesuai dengan niat-niat mereka, lalu Dia membedakan antara
orang-orang yang membenci, orang-orang yang dipaksa, orang-orang yang berpikir
cermat, dan ibnu sabil (orang-orang yang berada dalam perjalanan).
Kandungan Hadits :
1. Pelajaran untuk menjauhi
orang-orang yang berbuat kezhaliman sekaligus peringatan agar tidak bergaul
dengan mereka atau bergabung dengan orang-orang jahat dan semisalnya,agar tidak
mendapatkan siksaan yang ditimpakan kepada mereka.
2. Barang siapa bergabung dengan
suatu kaum dengan sukarela dalam kemaksiatan, maka dosa dan siksaan akan
ditimpakan pula kepadanya.
3. Perbuatan itu dihitung
berdasarkan niat pelaku.
4. Pemberitahuan yang disampaikan
Rasulullah tentang berbagai hal ghaib yang diperlihatkan Allah kepada beliau. Dan
itu termasuk masalah keimananyang harus diyakini, dan itu tidak dapat
dirancukan hanya karena disebutkan melalui khabar al-walid ash-shahiih.
Karena ia merupakan hujjah bagi kita dalam masalah ‘aqidah dan hukum-hukum
syari’ah, dan tidak ada perbedaan antara keduanya. Sebagaimana yang telah saya
jelaskan dalam kita saya yang berjudul al-Adillatu wasy-syawahid fii
Wujuubil Akhdzi bi Khabaril Waahid fiil Ahkaami wal ‘Aqaaid.
5. Di Dalam hadits tersebut terdapat
satu point yang tersembunyi yang menjadi pangkal ketidak jelasan. Di mana Ummul
Mukminin ‘Aisyah belum memahami penimpaan siksaan terhadap orang yang tidak
mempunyai keinginan melakukan penyerangan yang merupakan penyebab ditimpakannya
siksaan.
Sudah banyak jalan yang berusaha mengungkap permasalan
ini, ada yang berpendapat bahwa siksaan itu ditimpakan secara umum arena sudah
saatnya ajal mereka, kemudian mereka dibangkitkan kembali berdasarkan niat
mereka masing-masing. Tetapi ada juga pendapat lain.
Yang tampak jelas olehku adalah bahwa siksaan itu
ditimpakan kepada mereka secara umum, sekalipun di antara mereka terdapat
orang-orang yang benci, orang-orang yang akan berbelanja, dan orang-orang yang
sedang dalam perjalanan. Sebab, mereka tidak merasa takut terhadap fitnah yang
tidak ditimpakan hanya kepada orang-orang zhalim secara khusus, tetapi mereka
juga terseret oleh kezhaliman orang-orang tersebut, meskipun mereka sama sekali
tidak menginginkannya. Oleh karena itu, mereka di padukan dengan orang-orang
zhalim.
Hal itu telah ditunjukkan oleh beberapa ayat A-Qur’an
dan juga al-Hadits, bahwa siksaan itu jika ditimpakan, maka akan mencakup
orang-orang shalih yang mereka tidak marah karena Allah (ketika melihat satu
kemungkaran), tetapi orang yang selamat adalah mereka yang membuat perbaikan.
Allah berfirman :
فَلَوْلا كَانَ مِنَ الْقُرُونِ مِنْ قَبْلِكُمْ أُولُو بَقِيَّةٍ
يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي الأرْضِ إِلا قَلِيلا مِمَّنْ أَنْجَيْنَا
مِنْهُمْ وَاتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَا أُتْرِفُوا فِيهِ وَكَانُوا
مُجْرِمِينَ
وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا
مُصْلِحُونَ
“Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu
orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan)
kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang
telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya
mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah
orang-orang yang berdosa”.
“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan
negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat
kebaikan”. (QS.Hudd:116-117)
Yang demikian itu merupakan
indikasi yang mengungkap salah satu dari sunnatullah dalam kehidupan berbagai
umat. Dan umat yang suka berbuat kerusakan dengan memerintahkan manusia
menyembah selain Allah, dalam berbagai bentuk. Lalu di antara mereka ada yang
menolak perintah tersebut, mereka-lah itu yang selamat dan tidak ditimpakan
siksaan dan kebinasaan. Tetapi umat-umat yang di antara mereka terdapat
orang-orang yang berbuat zhalim dan melakukan kerusakan, lalu tidak ada
seorang pun yang bangkit mencegahnya, atau ada yang mengingkarinya, namun ia
tidak sampai memberi pengaruh terhadap realita yang rusak itu, maka sunnatullah
akan berlaku kepada mereka, yaitu berupa pembinasaan, baik pembinasaan sampai
ke akar-akarnya atau pembinasaan yang bersifat kelemahan dan kerusakan. Namun keduanya
berakibat melenyapkan dan penggantian (oleh kaum yang lain).
Dari sini tampak nilai dakwah ke
jalan Allah, pembersihan bumi dari kerusakan yang telah merajalela. Sebab ia
merupakan benteng keamanan bagi seluruh umat dan bangsa. Dan para ahli dakwah,
(dengan dakwahnya tersebut) mereka tidak hanya melaksanakan kewajiban terhadap Rabb
dan Agama mereka saja, namun dengan demikian mereka telah menghalangi umat-umat
mereka dari murka Allah dan adzab, serta sanksi-Nya.
Disalin dari terjemahan kitab Syarah Riyadhus Shalihin karya Syeikh Salim 'Ied al-Hilali
Disalin dari terjemahan kitab Syarah Riyadhus Shalihin karya Syeikh Salim 'Ied al-Hilali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar